Pubertas pada anak laki-laki dan perempuan

Pubertas pada anak laki-laki dan perempuan

Perkembangan Fisik Psikologi Remaja

1) Ciri-ciri Seks Primer

Perkembangan psikologi remaja pria mengalami pertumbuhan pesat pada organ testis, pembuluh yang memproduksi sperma dan kelenjar prostat. Kematangan organ-organ seksualitas ini memungkinkan remaja pria, sekitar usia 14 – 15 tahun, mengalami “mimpi basah”, keluar sperma. Pada remaja wanita, terjadi pertumbuhan cepat pada organ rahim dan ovarium yang memproduksi ovum (sel telur) dan hormon untuk kehamilan. Akibatnya terjadilah siklus “menarche” (menstruasi pertama). Siklus awal menstruasi sering diiringi dengan sakit kepala, sakit pinggang, kelelahan, depresi, dan mudah tersinggung. Psikologi remaja

2) Ciri-ciri Seks Sekunder

Perkembangan psikologi remaja pada seksualitas sekunder adalah pertumbuhan yang melengkapi kematangan individu sehingga tampak sebagai lelaki atau perempuan. Remaja pria mengalami pertumbuhan bulu-bulu pada kumis, jambang, janggut, tangan, kaki, ketiak, dan kelaminnya. Pada pria telah tumbuh jakun dan suara remaja pria berubah menjadi parau dan rendah. Kulit berubah menjadi kasar. Pada remaja wanita juga mengalami pertumbuhan bulu-bulu secara lebih terbatas, yakni pada ketiak dan kelamin. Pertumbuhan juga terjadi pada kelenjar yang bakal memproduksi air susu di buah dada, serta pertumbuhan pada pinggul sehingga menjadi wanita dewasa secara proporsional.

Perkembangan Kognitif Psikologi Remaja

Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 thn secara fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat digambarkan sebagai berikut

  • Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak.
  • Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah
  • Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak
  • Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis
  • Memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja
  • Mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar berinstropeksi
  • Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri)

Perkembangan Emosi Psikologi Remaja

Perkembangan emosi remaja awal menunjukkan sifat sensitif, reaktif yang kuat, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung, marah, sedih, dan murung). Sedangkan remaja akhir sudah mulai mampu mengendalikannya. Remaja yangberkembang di lingkungan yang kurang kondusif, kematangan emosionalnya terhambat. Sehingga sering mengalami akibat negatif berupa tingkah laku “salah suai”.

  • Agresif : melawan, keras kepala, berkelahi, suka menggangu dan lain-lainnya
  • Lari dari kenyataan (regresif) : suka melamun, pendiam, senang menyendiri, mengkonsumsi obat penenang, minuman keras, atau obat terlarang

Sedangkan remaja yang tinggal di lingkungan yang kondusif dan harmonis dapat membantu kematangan emosi remaja menjadi :

  • Adekuasi (ketepatan) emosi : cinta, kasih sayang, simpati, altruis (senang menolong), respek (sikap hormat dan menghormati orang lain), ramah, dan lain-lainnya
  • Mengendalikan emosi : tidak mudah tersinggung, tidak agresif, wajar, optimistik, tidak meledak-ledak, menghadapi kegagalan secara sehat dan bijak

Pekembangan Moral Psikologi Remaja

Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tatanan psikologis (rasa diterima, dihargai, dan penilaian positif dari orang lain).

Perkembangan Sosial Psikologi Remaja

Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, misalnya sama hobi, minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya.

Perkembangan sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat. Misalnya dalam hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan, kegemaran, keinginan, dan lain-lainnya.

Perkembangan Kepribadian Psikologi Remaja

Faktor-faktor penting dalam perkembangan integritas pribadi remaja (psikologi remaja) adalah :

  • Pertumbuhan fisik semakin dewasa, membawa konsekuensi untuk berperilaku dewasa pula
  • Kematangan seksual berimplikasi kepada dorongan dan emosi-emosi baru
  • Munculnya kesadaran terhadap diri dan mengevaluasi kembali obsesi dan cita-citanya
  • Kebutuhan interaksi dan persahabatan lebih luas dengan teman sejenis dan lawan jenis
  • Munculnya konflik-konflik sebagai akibat masa transisi dari masa anak menuju dewasa. Remaja akhir sudah mulai dapat memahami, mengarahkan, mengembangkan, dan memelihara identitas diri

Remaja yang sedang mencari jati diri mengalami sejumlah perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan secara fisik dan emosi, tidak jarang membuat remaja tidak nyaman, bahkan merasa aneh dan ketakutan. Sayangnya, remaja sering kesulitan mengungkapkan kekhawatirannya dengan lugas. Akibatnya, orangtua atau orang di sekitarnya sering salah paham atau memberikan respon yang tidak sesuai. Ini seringkali berakhir pada buruknya hubungan orangtua dan remaja.

Perubahan juga terjadi pada aspek kecerdasan atau kognitif. Remaja mulai mampu secara abstrak memikirkan berbagai kemungkinan terhadap sebuah kondisi yang dihadapinya. Namun, ini belum diiringi kemampuan mengambil keputusan yang baru akan berfungsi optimal saat masa dewasa awal. Akibatnya, banyak tindakan remaja yang dinilai orang dewasa sebagai “tidak pikir panjang”, “terburu-buru”, “seenaknya sendiri”, dan semacamnya.

Kemampuan berpikir abstrak merupakan kemampuan berpikir konseptual atau teoritis. Pada fase remaja, kemampuan berpikir yang semula konkret (harus ada bendanya) meningkat menjadi mampu mempertimbangkan berbagai hal yang abstrak (tidak berwujud). Namun, kemampuan berpikir abstrak ini belum sempurna. Remaja masih membutuhkan bimbingan untuk melatih kemampuan tersebut. pola interaksi sosial remaja juga mulai berbeda. Remaja memiliki hubungan pertemanan yang lebih kuat dan saling memengaruhi. Ini membuat remaja nyaman sehingga tidak heran jika pertemanan menjadi lebih penting dibandingkan orangtua atau keluarganya.

Segala perubahan ini membuat remaja berada dalam situasi penuh gejolak. Begitu pula dengan orangtua. Tidak ada jalan lain kecuali melaluinya hingga selesai. Orangtua dan remaja tidak bisa melambaikan “bendera putih” di tengah jalan. Masa naik turun bak naik roller coaster ini mau tidak mau harus dinikmati hingga remaja masuk periode dewasa.

Bagaimana agar remaja mampu menghadapi hidupnya yang tiba-tiba penuh badai dan tekanan? Orangtua perlu memastikan komunikasi dan interaksi dengan remaja membuat mereka merasa aman, berharga, dan didengarkan.

Orangtua yang semula memberi tuntunan berubah menjadi pendamping. Orangtua yang semula memberi instruksi A sampai Z kepada anak-anak, sebaiknya mulai mengubah gaya komunikasinya menjadi seperti teman terhadap remaja. Orangtua bisa menjalani proses ini dengan konsisten dan tenang. Ketika badai telah reda, semua akan terasa mudah pada waktunya.

Macam-Macam Gaya Komunikasi

1. Asertif

  • Pesan disampaikan secara jelas dan lugas
  • Menghormati hak lawan bicara
  • Menggunakan “I message

Contoh: Ibu khawatir keselamatan kamu. Tolong kabari Ibu ya kalau kamu pulang terlambat. I message adalah gaya komunikasi yang memusatkan perhatian pada perasaan pembicara, bukan pada pikiran pendengarnya. Misalnya, ketimbang orangtua mengatakan, ”Kenapa sih kamu selalu terlambat?”. Akan lebih baik orangtua menyampaikan, ”Mama khawatir dan bingung kalau kamu pulang telat tanpa pemberitahuan”.

Pernyataan dengan menggunakan “I” atau “saya”, sangat kontras dibandingkan pesan menggunakan “You” atau “kamu” yang terasa menyalahkan. Pernyataan dengan “saya” membuat pembicara lebih asertif tanpa terasa menuduh sehingga pendengar tidak merasa diserang. Pernyataan semacam ini juga membantu individu lebih menyadari perilaku yang dipermasalahkan.

Bila digunakan dengan tepat, pernyataan dengan “saya” dapat mengembangkan pola komunikasi positif antara remaja dan orangtua. Kedua pihak dapat berbagi perasaan dan pemikiran dengan terbuka sehingga perkembangan emosi remaja pun menjadi sehat.

Dengan menyadari gaya komunikasi yang sering kita gunakan, kita bisa melatih diri untuk menggunakan gaya yang lebih sesuai agar proses komunikasi dengan remaja menjadi lebih baik. Remaja butuh untuk diterima dan dipahami oleh lingkungannya, termasuk keluarga.

2. Agresif

  • Cenderung mengintimidasi lawan bicara Bertujuan menguasai lawan bicara

Contoh: Kok telat pulangnya? Kan, ibu sudah bilang jam 18 sudah harus sampai di rumah. Kamu enggak dengerin sih omongan ibu. Awas kalau besok telat lagi, tidak ibu kasih jajan.

3. Pasif-agresif

  • Mirip dengan gaya agresif, namun secara tidak langsung
  • Mengambil keuntungan dari pihak lain
  • Menggunakan gaya kebalikan dari gaya agresif

Contoh: Oh, masih ingat pulang. Ke mana saja kamu? Kirain sudah punya rumah lain. Sebagai hukuman, kamu cuci piring seminggu ini ya.

4. Manipulatif

  • Penuh dengan drama
  • Mengambil keuntungan dari pihak lain
  • Membuat pihak lain merasa bersalah
  • Mencurahkan segenap kemampuan bermain peran, termasuk dengan derai air mata

Contoh: Kamu enggak sayang deh sama Ibu kalau begini (mulai terisak-isak). Ibu kan bingung nunggu kamu pulang. Kalau ada apa-apa, bagaimana?(menangis). Mana Ibu dimarahin sama Bapak karena kamu enggak pulang. Kamu enggak kasihan ya sama Ibu? Kamu kasih tahu ya kemanapun kamu pergi? Janji?

5. Submisif

  • Menyenangkan orang lain karena menghindari konflik
  • Biasanya merasa inferior terhadap lawan bicara

Contoh: Ya sudah, ganti baju dan istirahat sana.

Tidak ada teguran atau pertanyaan ingin tahu meski remaja pulang terlambat misalnya Tidak memedulikan aturan

Menyerahkan semua pada pihak lain

6. Langsung

  • Bersifat segera dan sekaligus memberi informasi
  • Terkesan seperti memberi instruksi
  • Sangat efektif jika terkendala waktu yang terbatas

Contoh: Dengar ya, besok kalau jam 18.00 kamu masih di jalan, kamu langsung telepon Ibu untuk kasih tahu posisimu. Paham?

7. Tidak langsung

  • Berkebalikan dari gaya langsung, pesan yang disampaikan tidak jelas
  • Dapat menyebabkan banyak permasalahan

Contoh: Kamu kok pulangnya malam sekali? Kan kamu juga yang repot, hari gini pasti susah cari angkot. Banyak orang jahat. Kalau kamu celaka, nanti sekolahmu bagaimana? Kalau kamu sakit, ibu dan bapak juga yang bingung. Semua orang jadi repot. Di rumah jadi banyak kerjaan, enggak ada yang bantuin.

Dengan menyadari gaya komunikasi yang sering kita gunakan, kita bisa melatih diri untuk menggunakan gaya yang lebih sesuai agar proses komunikasi dengan remaja menjadi lebih baik. Remaja butuh untuk diterima dan dipahami oleh lingkungannya, termasuk keluarga.

Dalam proses komunikasi dengan remaja, yang perlu diperhatikan Orangtua:

1. Penghayatan

  • Mencurahkan segenap pikiran dan perasaan
  • Fokus pada remaja dengan memandang matanya
  • menyentuh tangan atau punggung untuk menunjukkan kita peduli dengan yang ia rasa, pikir, dan katakan

2. Penerimaan

Terima yang disampaikan remaja, tanpa menghentikan atau menunjukkan ketidaksetujuan secara langsung

  • Biarkan remaja mengeluarkan emosi yang dirasakan
  • Bantu remaja mengelola emosi jika diperlukan
  • Tunjukkan empati

Jika tidak setuju, tahan diri, dan sampaikan saat giliran orangtua menanggapi

3. Mendengarkan

Remaja terkadang tidak perlu jawaban. Remaja hanya butuh didengarkan sehingga mereka merasa penting dan istimewa karena berhasil membuat orangtua meluangkan waktu mendengarkan mereka.

4. Menanggapi

  • Merespon dengan tepat
  • Pilih gaya komunikasi yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi saat komunikasi berlangsung
  • Hindari gaya komunikasi yang dapat menimbulkan masalah di kemudian hari
  • Sesuaikan tanggapan dengan tujuan komunikasi

Tips berkomunikasi dengan remaja

Gunakan berbagai bentuk komunikasi: langsung atau tidak Dengarkan. Hindari menasihati, apapun bentuk dan isinya. Memberi nasihat, masukan, atau pesan, lakukan pada kesempatan lain saja. Bukan ketika remaja sedang mengutarakan pikiran dan perasaannya.

Terima semua emosi remaja yang muncul. Tidak usah dihentikan, kecuali karena alasan keamanan. Sampaikan perasaan orangtua dengan I message, beri apresiasi dan empati.

Lafal jelas, intonasi, dan tempo tepat. Gunakan nada bicara biasa atau datar, tidak melengking atau mendadak ngegas. Remaja peka terhadap perubahan emosi orang lain dan tidak suka kejutan.

Gunakan intonasi untuk memberi penekanan pada hal yang perlu diperhatikan remaja.

Proaktif. Setelah orangtua melakukan pendekatan komunikasi dan remaja merasa nyaman, orangtua dapat mulai membahas dan berdiskusi dengan remaja. Mulailah dengan bertanya, apa yang membuat remaja tertarik berinteraksi dengan teman-temannya. Orangtua dapat menyampaikan kekhawatirannya dengan teknik “I message”. Pernyataan dengan menggunakan “I” atau “Saya”, sangat kontras dibandingkan pesan menggunakan “You” atau “Kamu” yang terasa menyalahkan. Pernyataan dengan “Saya” membuat pembicara lebih asertif tanpa dirasakan menuduh sehingga pendengar tidak merasa diserang. Pernyataan semacam ini juga membantu individu lebih menyadari perilaku yang dipermasalahkan.

Bila digunakan dengan tepat, pernyataan dengan “Saya” dapat mengembangkan pola komunikasi positif antara remaja dan orangtua. Kedua pihak dapat berbagi perasaan dan pemikiran dengan terbuka sehingga perkembangan emosi remaja pun menjadi sehat. I message adalah gaya komunikasi yang memusatkan perhatian pada perasaan pembicara, bukan pikiran pendengarnya. Misalnya, ketimbang orangtua mengatakan,”Kenapa sih kamu selalu terlambat?”.

Akan lebih baik orangtua menyampaikan,”Mama khawatir dan bingung kalau kamu pulang telat tanpa pemberitahuan”. Pada diskusi pertama, mungkin remaja memilih tidak banyak berkomentar. Biarkan dulu. Beri remaja waktu untuk memikirkan pesan orangtua. Tetap jalin relasi positif dengan remaja. Usahakan untuk terus dekat dengan remaja agar mereka merasa dihargai oleh orangtuanya. Tidak perlu menyindir atau menyampaikan pesan yang sama berulang kali.

Pada diskusi berikutnya, tanyakan apa kesulitan mereka untuk melepaskan diri dari pertemanan yang mengkhawatirkan. Tawarkan apabila mereka butuh bantuan untuk memisahkan diri dari pertemanan tersebut. Misalnya, dengan berkegiatan sesuai hobi di tempat yang lain sehingga dapat bertemu teman-teman yang sama asyiknya, namun lebih positif pertemanannya.

  • Mendengarkan
  • Memberi rasa nyaman dan aman
  • Hindari kalimat menuduh, asumsi, atau menyudutkan
  • Mengelola emosi agar tidak keluar kalimat negatif yang dapat merusak hubungan

Tips untuk orangtua

  • Dekati remaja dan teman-temannya. Jangan memusuhi mereka
  • Hadir dalam kehidupan remaja dan pantau perilakunya
  • Beri kesempatan kedua pihak (orangtua dan remaja) menjalin relasi yang lebih baik
  • Beri kepercayaan, penghargaan, dan perhatian kepada remaja agar ia merasa berharga
  • Bila remaja telah menemukan hobi atau minat khususnya, dampingi remaja untuk menekuninya lebih dalam. Remaja pada usia 14 tahun biasanya sudah masuk fase spesialisasi minat atau hobi
  • Jika remaja belum menemukan hobi atau minat khususnya, dampingi remaja untuk mengeksplorasi minat dan hobinya. Dengan membuatnya tetap berkegiatan aktif akan menjauhkan atau mencabut remaja dari perilaku berisiko
  • Jika remaja bukan tipe senang bergaul, orangtua bisa mencarikan kegiatan yang tidak terlalu melibatkan banyak orang namun tetap membutuhkan keaktifan remaja